Wednesday, August 26, 2015

Haruskah bercerai?



Ketika biduk rumah rumah tangga sudah goyah, ketika suasana rumah seperti neraka, ketika kekasaran dan kekerasan baik fisik maupun psikis sudah menghiasi mahligai rumah tangga, haruskah kaum wanita diam dan menerima semuanya dengan penuh kesabaran, tawakal  dan berlapang dada?


Maaf tulisan ini bukan bermaksud pro perceraian, tapi hanya memberikan beberapa masukan untuk menjadi bahan pertimbangan guna pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keadaan rumah tangga.

Saya memang bukan psikolog, bukan konsultan pernikahan dan lain sebagainya. Ini hanya sekedar sharing pengalaman saya selama  proses mengambil keputusan untuk berpisah karena pernikahan saya sudah  sangat sulit untuk diselamatkan.

Semoga pertimbangan saya dibawah ini dapat menjadi masukan untuk keputusan kelanjutan rumah tangga anda.

Yang harus diingat adalah apapun keputusan yang diambil selalu ada yang dikorbankan. Dalam ‘membeli’ sesuatu, kitapun harus ‘membayar ‘dan terkadang membayar dengan sangat mahal.

Berikut ini adalah dampak perceraian dalam berbagai aspek


Dampak bagi perkembangan anak.
Perkembangan psikologis anak akan sangat terpengaruh dengan adanya perceraian, tetapi bukan juga berarti bahwa anak tidak akan tumbuh dengan psikologis baik jika diasuh oleh orang tua tunggal. Secara umum, anak memang akan kehilangan kasih sayang ayah kandung. Tetapi hanya sesederhanakah itukah penyelesaiannya? Pernahkan terpikir akan psikologis anak jika dia tumbuh dalam keluarga yang tidak harmonis. Mengalami langsung kekerasan demi kekasaran dan pelecehan ayahnya terhadap ibunya. Akankah itu tidak mempengaruhi psikologisnya, hanya untuk ‘berjuang’ agar dia tumbuh dengan orang tua yang lengkap? Bukan tidak mungkin juga kekesalan pasangan  bisa dilampiaskan kepada sang anak.  So, pikirkanlah. Jika pembiaran ini dilakukan, bukankah kita juga punya andil dalam pembentukan mental anak?  Apakah tidak sebaiknya anak dibesarkan oleh orang tua tunggal tetapi melimpahkannya dengan kasih sayang yang berkualitas prima, daripada dibesarkan dengan orang tua lengkap tetapi malah memperburuk  psikologisnya?

Dampak pada kehidupan social
Banyak orang takut bercerai, hanya karena takut menjadi bahan omongan orang. Takut dengan cibiran orang. Terus bertahan hanya semata mata untuk hal ini? Siapapun dia,pasti tidak ingin menjadi bahan gunjingan orang.Tetapi apa daya jika keutuhan rumah tangga tidak mampu dipertahankan. Konsekwensinya. Semua memang ada ‘harganya’ . Tetapi kembali ke diri masing masing, karena jika terjadi kesulitan yang menanggungnya adalah diri sendiri. Masyarakat hanya sebatas tukang komentar  dan banyak yang hanya melihat dari sisi buruk saja. Selanjutnya,jika segala ketidak nyamanan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga, akankah masyarakat turut merasakannya?

Dampak terhadap kreativit
Kenapa saya bilang begitu?  Mungkin selama ini pasangan melarang sang istri untuk bekerja. Semata mata karena cemburu.? Dan haruskah sang istri menyerah mengikuti kemauan pasangan agar dapat memperoleh predikat istri yang baik? Semuanya bisa oke oke saja, sebatas  pasangan mampu berperan dengan sebagaimana mestinya, menjadi kepala rumah tangga dan menafkahi keluarga.Dalam hal ini tentu saja nafkah dalam batasan yang wajar, bukan yang berlebihan. Pikirkanlah  apakah kemampuan yang anda miliki seolah ‘terpasung’ akibat pengekangan dari pasangan?

Dampak Financial
Bagaimanapun juga masalah financial harus menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk bercerai. Banyak hal yang dapat dilakukan jika financial dalam keadaan ‘longgar’. Maaf, bukan sok matre, tapi inilah dunia. Siapkah anda jika harus membiayai sendiri segala kebutuhan hidup dan biaya pendidikan anak?  Jangan pernah berharap akan keputusan pengadilan yang memutuskan (mantan) suami berkewajiban untuk memberikan tunjangan anak . Bagaimana jika keputusan ini diingkari? menuntut dipenadilan lagi demi hak?



Kesimpulan.
Hal paling utama yang saya sarankan adalah berupaya untuk melakukan rekonsiliasi dengan pasangan, agar rumah tangga bisa kembali utuh. Tetapi jika deadlock, perhatikan kondisi kondisi dibawah ini yang menunjang perpisahan. 

Kondisi kondisi dibawah ini adalah hal hal yang menunjang perceraian. Ingat !!! keputusan perceraian itu 'mahal' harganya.:
  • Jika  keadaan rumah tangga sudah terlanjur kisruh sehingga suasana sudah sangat tidak kondusif untuk perkembangan anak. Misalnya jika sudah ada KDRT didepan anak
  • Jika sudah merasa mampu  untuk menghadapi pandangan orang secara umum, terutama mampu menghadapi omongan orang tentang orang tua tunggal
  • Jika merasa kreatifitas hilang dan mampu berbuat banyak setelah memilih berpisah dengan pasangan
  • Jika merasa mampu secara finansial untuk menafkahi diri sendiri dan anak, Sekali lagi jangan pernah mengharapakan keputusan pengadilan tentang nafkah yang akan diberikan (mantan) suami pasca perceraian. Jika (mantan) pasangan menepati janjinya, semuanya akan berjalan oke oke saja. Pikirkanlah jika dia mengingkari keputusan pengadilan. Memang dia bisa dituntut, tapi bukankah juga membutuhkan banyak 'energi' guna menyelesaikan masalah ini
Jika anda tidak pada kondisi seperti yang saya sebutkan di atas, hendaklah berpikir lagi untuk berpisah, karena pada akhirnya anda dan anak yang akan menghadapi situasi yang sangat sulit bahkan lebih sulit dibanding tetap bersama,

Tetapi lepas dari semua itu, kita kembali pada soal Cinta yang tidak penah menuntut, rela memberi tanpa mengharapkan balasan, rela berkorban secara ikhlas. Jika anda masih dan sangat mencintai dia, biarkan naluri dan hati anda yang bicara.
"Pikirkan berkali kali untuk mengambil keputusan bercerai, karena perceraian tidak selalu dapat menyelesaikan masalah"


Simak juga:

No comments:

Post a Comment